Story At Night (Part 2)


Author : Afif Nuur Hidayat


Part 2 : Rahasia Terungkap
            Berbulan-bulan telah berlalu semenjak pertengkaran yang terjadi di rumah Ria yang melibatkan dirinya dengan lelaki yang dipercayainya, Sino. Sosok Sino yang wanita itu banggakan, yang ia anggap memiliki perbedaan dengan lelaki yang kerap ia temui di klub malam hingga beberapa yang menjadi teman sepermainannya.
            Sepertinya saat ini wanita itu sadar akan kedatangan mereka yang membutuhkannya ketika ingin menyalurkan hasrat birahi. Selepas itu, mereka meninggalkannya pergi dan memberikan segelintir uang yang diketahui sebagai penyambung hidup wanita jalang itu. Menurutnya, tak ada jalan lain untuk ia bertahan hidup di tengah kesengsaraan yang ia alami bertahun-tahun silam. Dan ketika ia bertemu dengan pemuda berjas itu, mulai timbul rasa penyesalan yang selama ini terselubung dalam hatinya.
            “Andaikan keadaanku tak seperti ini,” begitu sesal Ria atas hidup yang ia jalani.
            Perubahan tampak terlihat oleh dirinya saat ini. Bukan saja perubahan dari segi penampilan. Kepribadian serta gaya hidupnya kini mengalami perbedaan dari Ria yang dikenal sebagai pelacur selama 5 tahun belakangan ini.
            Melihat bagaimana ia berpakaian dan berdandan, ia tak lagi memakai pakaian-pakaian mini yang berukuran sesak dan make up yang tak terlihat menor lagi. Kini Ria tampak lebih natural dan sopan dengan pakaiannya yang lebih menutupi tubuhnya. Belahan dada yang kerap diperlihatkan, kini tertutup oleh t-shirt­ yang berkerah di leher. Rok mini yang ia kenakan pun sekarang berganti dengan celana jeans yang menutupi hingga batas mata kaki. Masih terlihat memang aura jalang dari wanita itu. Tapi dengan kepribadiannya yang tak menunjukkan lagi watak menggoda, ia terlihat bukan lagi sebagai pelacur. Kini ia bertransformasi menjadi wanita biasa. Wanita yang menginginkan kehidupan berumah tangga dengan satu pasangan sejati yang akan menemani sepanjang hidupnya.
            Riskan memang untuk memenuhi keinginannya. Karena kehidupan lamanya sebagai pelacur mempersulit dirinya untuk memperoleh seorang suami yang baik. Banyak orang yang mengatakan, orang baik akan mendapatkan pasangan yang baik, dan sebaliknya. Ia pun merasa takut jikalau ia telah mendapatkan seorang pasangan hidup, tapi ia tak dapat memberikan suaminya keturunan. Ketakutan itu timbul dikarenakan seorang wanita yang sering gonta-ganti pasangan akan sulit untuk mendapatkan keturunan.
            Tak kurang seperti itu keadaan dan kekhawatirannya saat ini. Namun, apa salahnya, yang penting ia telah berjuang mendapatkan kehidupan normal yang ia idam-idamkan. Demi terwujudnya impian itu, tak jarang ia pergi ke dokter dan psikiater untuk mengembalikan semua yang telah direnggut oleh kehidupan di dunia malam yang beberapa saat lalu masih ia jalani. Meski hal itu tak akan mengembalikan kesucian dan keperawanan dirinya, setidaknya ia berusaha tak lagi memasuki masa-masa kelam yang dialaminya di kehidupan dulu.
            Masih terbayang jelas diingatan ketika ia menyadari tentang kehidupan keluarganya. Ayah yang gemar bermain judi, berselingkuh dan memukuli ia beserta ibunya. Dan sampai ibunya meninggal, sang ayah tetap melakukan hal-hal buruk tersebut. Bahkan ia pun ikut merasakan kebejadan seorang ayah yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anaknya, bukannya menghancurkan masa depan sang buah hati.
            Ketika itu, ayahnya yang biasa bermain judi dengan para bedebah lain, tak mendapatkan keuntungan. Bahkan ia selalu kalah hingga uang yang dimilikinya habis terbuang sia-sia. Dan bukannya berhenti bermain, malah dengan sangat gila ia mempertaruhkan putri satu-satunya untuk dinikmati oleh teman-teman bedebahnya jika ia kalah.
            “Ria? Apa kau tak bercanda? Gadis muda yang kau miliki, yang masih berusia 16 tahun?” tanya seorang bedebah itu kepada ayah Ria.
            “Ya, kalian bisa menikmatinya sampai puas jika aku kalah. Sungguh, dia anak yang sangat cantik dan memiliki tubuh yang sintal, jauh berbeda dengan gadis seumurannya.”
            Maksud hati berharap mendapat keuntungan, tapi malah kesialan menghampiri. Ia pun kalah dari perjudian. Dan sebagai imbalan, para bedebah itu menagih hutang kepadanya. Hutang yang harus dibayar dengan seorang gadis yang masih perawan nan suci. Yang jika dinilai, sungguh tak terhingga.
            “Bangsat!” tampak ayah Ria sangat kesal dan marah atas kekalahan yang ia timpa. Ia membanting meja yang mereka gunakan untuk berjudi. Kekesalannya justru dibalas oleh tawa kemenangan para bedebah yang sebentar lagi akan merenggut kesucian seorang gadis jelita yang sedang segar-segarnya di masa pertumbuhan remaja.
            “Ayah, kenapa kau mengajak teman-teman Ayah pulang ke rumah?”
            “Maafkan aku, nak. Layanilah mereka. Jangan membuat mereka kesal.”
            “Maksud, ayah? Ayah, aku tak mau! Aku masih memiliki masa depan! Kenapa kau tega melakukan hal ini?” ujar Ria sembari meneteskan air mata.
            “Diamlah!” tamparan keras dilayangkan oleh seorang ayah kepada anaknya. Memang Ria sudah terbiasa dipukuli oleh ayahnya itu. Tapi kali ini, ia merasa tamparan itu sebagai tahap awal kehancuran masa depannya.
            Diseretnya dengan paksa Ria muda oleh para bedebah yang telah menang judi atas ayahnya. Dibawanya ke sebuah kamar yang biasa ia gunakan sebagai tempat peristirahatan dan juga belajar oleh gadis kelas 1 Sekolah Menengah Atas itu. Sebanyak 3 orang yang saat itu datang dan siap menggilir tubuh yang masih mulus dan suci miliknya. Tak hanya itu, ayahnya sendiri pun yang tak tahan mendengar para bedebah itu mengerang kenikmatan, memasuki kamar dan ikut ambil bagian atas peristiwa na’as yang menerima Ria.
            “Sungguh tak adil!” Ria yang mulai tersadar dari lamunan masa lalunya itu perlahan meneteskan air mata.
            “Mengapa ibu dulu menikahi bedebah sialan itu? Apa yang ibu pikirkan saaat itu? Andai saja ibu tak menikahinya, mungkin tidak akan pernah ada kesengsaraan semacam ini.”
            Air mata kekecewaan tak kuasa terbendung oleh mata yang indah milik wanita yang telah kembali dari jalan kegelapan.
            “Tak ada pilihan bagi Ria untuk melakukan pekerjaan ini, Bu. Setelah ayah enggan merawatku, ia membawaku ke dunia yang gelap ini. Aku terpaksa, tapi lama kelamaan aku mulai menikmati. Sebelum akhirnya aku mengenal sosok pria itu, pria yang dapat membaca isi hatiku yang dalam ini. Penyesalan itupun akhirnya muncul kembali. Dan kini, meski tak banyak yang dapat kukembalikan, setidaknya aku ingin keluar dari dunia malam ini.”
            Penyesalan yang sangat mendalam yang dirasakan Ria membuatnya seharian ini tak banyak melakukan apa-apa selain menangis dan terus menyesali apa yang telah ia perbuat. Dan kini, ia merindukan sosok Sino. Seorang pengusaha muda yang mengerti akan isi hatinya. Yang tak meremehkan dirinya sebagai pelacur belaka. Tapi ia yang lebih dapat mengharagai dirinya sebagai seorang wanita seutuhnya hingga ia memilih untuk keluar dari gemerlap dunia malam.
            “Halo, sayang.”
            “Ada apa Om Henry?”
            “Nanti malam, kita bersenang-senang yuk?”
            “Maaf, om. Bukankah Ria sudah katakan, aku telah berhenti dari pekerjaanku ini.”
            “Apa maksudmu tetap menolak tawaranku? Dasar wanita jalang! Sekali kau menjadi pelacur, selamanya kau akan dicap seperti itu. Apa kau tak mau uang? Sudah menjadi kaya sekarang? Iya?!”
            “Maafkan Ria. Setidaknya itu yang om katakan, tapi Ria tetap akan meninggalkan dunia yang gelap itu.”
            Telepon ditutup oleh Ria tanpa menunggu respon selanjutnya oleh Henry. Ia yang kini telah berubah, memiliki pendirian yang kuat untuk kembali ke kehidupan normal seperti wanita lain pada umumnya. Dan kini ia mencari pekerjaan yang lebih layak untukya.
            Sangat sulit untuknya mendapatkan sebuah pekerjaan. Cap yang disematkannya sebagai pelacur membuat masyarakat enggan untuk menerima ia sebagai pekerjanya. Iming-iming tak meminta gaji yang besar, tetap tak membuat para empunya pekerjaan tak bergeming untuk memakai jasanya.
            Kini ia sampai di suatu perusahaan yang bertempatan di kota dimana ia berada. Didapatinya informasi bahwa perusahaan tersebut membutuhkan beberapa orang untuk direkrut dan dijadikan sebagai Office Boy atau OB. Tak disia-siakan kesempatan itu untuknya mencoba mendapat peruntungan diterima sebagai pekerja di tempat itu.
            Ia berjalan menuju ke secerca harapan yang terdapat di depan matanya. Disambut kedatangannya oleh security perusahaan tersebut untuk mengetahui maksud kedatangannya kemari. Diantarnya ia menuju ruang kantor yang mengurusi bagian pendaftaran kerja.
            “Sebelumnya, apa pekerjaanmu?” tanya seorang pria yang bertugas untuk mewawancarai dirinya.
            “Aku dulu bekerja di klub malam tak jauh dari sini, sebagai wanita penghibur.”
            “Seorang wanita penghibur? Bukankah kau telah mendapat bayaran atas pekerjaanmu itu? Kenapa kau ingin mendaftar pekerjaan disini?”
            “Aku telah berhenti dari pekerjaanku. Aku ingin hidup dengan normal dan tak ingin lagi berkecimpung di dalam dunia yang gelap itu.”
            “Maaf, kami tak bisa menerima atas keadaan dirimu.”
            “Tapi, saya benar-benar telah berubah.”
            “Maaf, tetap kami tak bisa. Silahkan anda bisa pulang.”
            Kekecewaan lagi-lagi tampak dari raut muka wanita itu. Kini, ia benar-benar merasa, kehidupan masa lalu telah menghancurkan masa depannya. Dan tampak ia mencoba menahan air mata yang hendak keluar dari kedua kelopak matanya.
            Sino, yang tampak berjalan keluar dari ruangan ia bekerja, tanpa sengaja melihat Ria berada di depan ruang pendaftaran lowongan pekerjaan sedang bersandar di tembok. Ditangkap olehnya mata yang berkaca-kaca dari wanita itu. Ia memutuskan untuk mencoba mendekatinya hendak ingin tahu apa yang membuatnya datang kemari dan kenapa ia tampak bersedih.
            “Ria? Apa yang kau lakukan disini?”
            Ria mencoba menengadahkan wajahnya dan membasuh air mata yang hampir menetes ke pipi.
            “Kau ternyata. Aku tak apa-apa.”
            “Matamu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang terjadi padamu. Katakanlah kepadaku. Mungkin aku dapat membantumu.”
            “Dapatkah kita membicarakannya di suatu tempat?”
            “Tentu, sekarang sedang break untuk makan siang. Sekalian, kita makan sama-sama. Bagaimana?”
            “Terserah kau saja.”
            Mereka berdua berjalan keluar dari perusahaan tempat Sino bekerja. Mereka menaiki mobil dan menuju ke restoran terdekat dari kantornya.
            Sesampai di sana, mereka memesan makan siang untuk berdua. Dilahapnya menu makan siang tersebut. Dan setelah keadaan memungkinkan, Sino mulai bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Ria.
            Ria tampak mulai berkaca-kaca. Dan tak dapat lagi ia menahan kesedihan di depan pria yang selama ini menjadi idamannya. Dengan perlahan dan mencoba tenang, ia mulai menceritakan bagaimana kehidupannya setelah malam itu dan alasan ia datang ke tempat Sino bekerja.

            Sino yang mengerti akan keadaan Ria, mencoba menenangkan suasana. Ia yang menjadi salah satu staff penting di perusahaan tersebut, akan berusaha membantu wanita itu mendapatkan pekerjaan di salah satu bagian perusahaan walau harus menjadi OB pun, Ria tak sungkan menerimanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasa yang Hilang

E L I J A N A - Ceremony Of December