Memori untuk Krisdiyanto yang Akan Menikah

Dari Afif Nuur Hidayat

Kris, aku tak ingat dengan jelas kapan pertama kali kita saling kenal dan bertegur sapa. Kau bilang, kita pertama kali saling berbicara adalah ketika awal kelas 1 SMA. Pada saat itu, menjelang salat Jumat yang kita mungkin sama-sama tak ingat tanggal berapa, katamu, kau lewat di depan kelasku dan mengajakku dan kawan-kawan untuk segera ke masjid. Namun, momen itu sungguh aku melupakannya. Maafkan aku.

Yang pertama kali kuingat tentang pandangan pertamaku padamu adalah betapa njeleih-nya dirimu. Hahaa. Bagaimana tidak, seorang bocah SMA yang pandai berbicara dan selalu nyambung dengan orang lain yang bahkan mungkin belum saling mengenal, kau begitu lepas dalam mencari bahan obrolan. Sedangkan aku, aku adalah bocah yang sama-sama njeleih di matamu, pada saat itu, karena polahku yang begitu sok angkuh, sombong, dan gemagusan. Namun, jujur, sepertinya aku tidak suka kepadamu saat itu adalah karena kau bisa gampang bergaul, sedangkan aku sangat sulit untuk beradaptasi di tempat dan dengan kawan-kawan baru. Meski begitu, di samping rasa benciku kepadamu, pada saat itu sungguh aku sebenarnya ingin sekali bisa berkawan denganmu. Karena, sekali lagi, aku pada awal SMA adalah orang yang tidak memiliki banyak kawan.

Ketika tahun ajaran kelas 1 hampir berakhir, malah ini yang kuingat, bahwa saat itu kau berjalan melalui lorong lab biologi yang bersebelahan dengan ruang biro dan lab komputer bersama kawan-kawan kelasmu, aku tak berani menyapamu. Pada saat itu, masih dengan pandangan benci bahkan aku memandangimu lewat di depan stand pameran yang sebentar lagi akan dilaksanakan untuk mengakhiri tahun ajaran ketika itu. Namun, sekali lagi, aku sebenarnya ingin sekali menyapamu, walau ternyata kaupun melihatku dengan tatapan yang sama sepertiku. Kau menjauh dari lorong tersebut, sampai pada akhirnya kau kembali, terjadi momen yang sangat mengejutkanku bahwa ketika itu kita pertama kali mengobrol. Entah, aku lupa apa yang kita bicarakan, tapi sepertinya hanya obrolan biasa.

Tak banyak yang kuingat tentang dirimu pada saat awal kelas 1.

Ketika kita sama-sama kelas 2 SMA, kita masuk OSIS bersama-sama. Yang sebagaimana kita tahu bahwa kita masuk ke OSIS dengan latar belakang yang sama, yaitu karena membenci kepengurusan OSIS di periode sebelumnya. Dengan Kevin Tsalaatsa sebagai ketua pada saat itu, kau memiliki golden ticket atas rekomendasi dari OSIS. Sedangkan aku, karena sikapku yang demikian barbar kepada beberapa kakak kelas OSIS, aku hampir saja didepak dari seleksi calon pengurus OSIS. Meski akhirnya, aku pun sangat berterima kasih pada Kevin yang mampu mengajarkan sikap profesionalitas yang didahulukan daripada perasaan pribadi para senior yang mungkin begitu membenciku.

Di saat kepengurusan OSIS pun, aku tak banyak mengingat memori-memori yang kita lalui bersama. Namun, dari foto bertiga yang akan kutunjukkan setelah ini, aku bisa pastikan, mungkin kita saling bekerja sama dan mulai memupuk pertemanan dan menghilangkan rasa benci yang sempat ada di awal. Hahaa

Foto tersebut diambil jika tidak salah ketika persiapan acara pelepasan kakak kelas di tahun 2015. Aku, Kris, dan Yoyon sama-sama masuk di kepengurusan OSIS pada tahun yang sama. Dengan foto tersebut, meskipun ingatanku yang tidak begitu jelas, aku percaya bahwa kami adalah kawan yang akrab semenjak sama-sama masuk kelas 2 SMA.

Titik balik keakraban kita yang semakin memupuk adalah ketika kita menyiapkan acara pelepasan untuk angkatan kita saat menjelang berakhirnya kelas 3 SMA. Pada saat itu, ketika terjadi rapat persiapan pelepasan, salah satu guru mengatakan bahwa angkatan kita harus mengeluarkan uang yang cukup banyak. Aku yang merasa hal tersebut tidak masuk akal, memutuskan untuk menyanggah perkataan tersebut dan mengajak kawan-kawan untuk membuktikan bahwa kita bisa mengeluarkan dana yang lebih sedikit namun dengan kualitas acara yang lebih baik dari yang guru tersebut tawarkan. Ketika itu, sebenarnya aku tak begitu yakin ketika mengatakan hal tersebut sendirian, namun pada akhirnya banyak kawan-kawan yang juga mendukung, diantaranya ada Kris, Yoyon, Kevin, Ramadan dan tentu seluruh kawan-kawan angkatan.

Foto di atas diambil pada saat jeda acara pelepasan bersama para crew mulai dari orang yang kita sewai tratag, sound system, genset, hingga alat band. Tentu juga ada aku dan Kris.

Pada persiapan menuju pelepasan, kami kawan-kawan angkatan mengurusnya sendiri. Di saat itulah, yang aku ingat bahwa aku dan Kris mulai begitu akrab. Diawali dari kita ngalor ngidul bareng, hingga saling gendu-gendu rasa berdua. Sebuah momen yang ternyata membawa kami begitu akrab hingga sekarang.

Setelah lulus kuliah, kami memiliki jalan yang berbeda. Tadinya, kita sama-sama diterima kuliah. Aku di UNTIDAR, sedangkan Kris di ITERA. Namun, karena beberapa hal, Kris tidak mengambil kuliahnya di ITERA. Kris akhirnya memutuskan untuk bekerja di salah satu toko di Kalikajar. Meski kita memiliki jalan berbeda, jarak yang jauh, hingga waktu yang sedikit untuk bertemu, ternyata kita bisa tetap saling menjaga komunikasi dan pertemanan. Aku ingat betul bahwa ketika aku pulang ke rumah dari Magelang, kita selalu menyempatkan malam minggu berdua di Kedai Kebun. Hampir setiap kali kami sama-sama di rumah, kami sempatkan untuk bercerita berdua. Berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun waktu malam minggu kami habiskan bersama, mulai dari membahas masalah nostalgia masa SMA, masalah cinta, bahkan hingga masalah negara. Ahahaaa..

Kurang lebih satu tahun Kris bekerja di toko, sampai akhirnya dia cerita akan mengikuti seleksi pegawai Pegadaian di Tegal. Katanya, saingannya sangat berat, banyak lulusan-lulusan perguruan tinggi yang menjadi saingannya. Tapi, bukan Kris namanya kalau kalah sebelum berperang. Singkat cerita, dia diterima menjadi pegawai Pegadaian. Kami VC melalui whatsapp ketika dia sudah pindah kerja dari toko dan ditempatkan di pegadaian Pemalang. Semakin sedikit waktu kita untuk bertemu, namun tak mengubah waktu kita untuk tetap berkomunikasi. Sering ketika malam kami bercerita melalui chat, telfon, maupun VC. Setelah beberapa bulan disana, dia merasa kesepian. Tak banyak kawan-kawan karena memang dia sendirian berkelana mencari penghidupan. Dia merokok. Aku memarahinya melalui VC, aku katai bahwa dia goblok ketika harus melampiaskan kesepiannya dengan ditemani rokok. “Kris, kau masih punya aku,” pikirku. Namun, ternyata aku salah. Aku yang sempat memarahinya, ternyata pada akhirnya juga kalah dengan kesepian dan kepusingan kuliah, aku juga memutuskan untuk merokok.

Kris pulang dari Pemalang seminggu sekali, aku sebulan sekali. Kita punya kawan baru di tongkrongan kita, yaitu rokok. Meski aku yang lebih sering nunut rokok darinya, bahkan sampai sekarang. Hahaa. Kami tetap meluangkan waktu bersama di Kedai Kebun. Bahasan kita semakin luas dan semakin hangat setiap harinya.

Setelah sekian lama nongkrong di Kedai Kebun, kami mulai merasa bosan dan berpindah tempat tongkrongan. Ketika itu aku tak ingat betul kemana kami pindah sebelum pada akhirnya kami berpindah tempat di Angkringan Wilujeng Gumiwang. Setiap Sabtu sore Kris akan pulang, dan setiap aku berada di rumah, kami saling terhubung dan langsung menuju tempat tongkrongan. Berjam-jam sampai larut mengobrol dan beberapa kali aku menginap di rumahnya.

Jika Yoyon yang saat itu kuliah di UNY pulang saat kami semua di rumah, maka tongkrongan kita menjadi ganjil 3 orang. Frekuensi nongkrong bertiga memang tidak sesering aku dan Kris, karena memang Yoyon memiliki siklus waktu pulang dari Jogja yang jauh lebih lama daripada aku.

Ngomong-ngomong tentang menginap di rumah Kris, kami juga sering ketika tempat tongkrongan tutup, maka kita pindah nongkrong di rumahnya. Saking seringnya kami nongkrong, sampai-sampai orang tua Kris pernah berkata kepada kami untuk saling berteman yang akur, menjadi saudara satu sama lain selama-lamanya. Nasihat itu selalu terngiang hingga sekarang.

Setelah kami merasa bosan juga nongkrong di angkringan, kami menemukan tempat tongkrongan baru yang mewarnai kebersamaan kami, yaitu di Stasioen Kopi Klampok yang sampai saat sekarang menjadi pilihan pertama kami ketika nongkrong.

Aku, Kris, dan Yoyon membuat grup whatsapp yang dinamai dengan “Ahli Hisap”. Bukan tanpa alasan, Yoyon yang tadinya tidak merokok, saat KKN berlangsung memutuskan untuk merokok. Sehingga dari latar belakang kami yang perokok, jadilah nama grup tersebut. Dengan bertambahnya semester kuliah, Kris juga yang melanjutkan kuliahnya di tahun 2017, khususnya aku dan Yoyon memiliki frekuensi pulang yang cukup sering. Hingga menjadikan kami juga sering nongkrong bertiga. Jika kami tak dapat bertemu satu sama lain, maka grup tersebut menjadi tempat kita untuk saling berkomunikasi.

Kris, jika dihitung dari 2016, maka telah berumur 5 tahun persahabatan kita. Di 5 tahun itu pula, kau selalu mewarnai kehidupanku. Aku sering merepotkanmu dengan berbagai bualan cerita asmara yang tak kunjung indah, derita kehidupan yang tak kunjung teratasi, hingga berbagai hal lainnya yang sering kita lalui bersama. Maaf, aku terlalu banyak merepotkanmu sebagai seorang teman.

Kita bertiga telah membuat kesepakatan yang mana berbunyi bahwa “Nanti foto grup kita, akan dihiasi dengan foto kita dan masing-masing pasangan kita.” Yang berarti bahwa, kita bertiga ingin membuat sebuah circle kehidupan yang berlangsung abadi meski kita telah mendapatkan tambatan hati masing-masing. Kini kamu telah mengenal seorang wanita yang kau teguhkan akan menjadi istrimu, Widaryanti. Yoyon, kamu telah mengenal seorang wanita yang kau cintai bernama Munasifah. Foto grup kita sekarang terpampang 5 orang. Untuk genapnya akan segera menyusul. Hahaa

Bahkan, selain kami bertiga, kami memiliki kawan-kawan lain juga yang setelah kesibukan masing-masing yang menjadikan kami jarang bertemu, saat ini ndilalah akhirnya bisa sering berkumpul bersama, diantaranya adalah Kevin dan Adi yang sebelumnya memiliki jadwal kesibukan yang sangat menumpuk. Haha

Aku serius, Kris. Aku pernah berkata padamu kalau aku sebenarnya sedih, meskipun sebenarnya aku sendiri merasa tak patut kalau mengatakan itu karena seharusnya aku bahagia kau akan menikah. Tapi, mungkin kita akan kehilangan momen-momen kebersamaan nanti setelah kau menikah. Itulah yang aku sedihkan, Kris. Aku hanya takut jika nanti setelah kita masing-masing memiliki tambatan hati, kita tidak dapat lagi berkumpul bersama, meski cita-cita kita adalah untuk tetap bersama sampai selamanya, seperti yang dikatakan orang tuamu.

Aku takut juga akan kehilangan malam-malam minggu kita setelah kau menikah. Aku takut kehilangan teman cerita, kehilangan kehangatan seorang sahabat yang senantiasa menemani hari-hariku. Meskipun, sebenarnya aku juga sangat-sangat bahagia kau telah mampu menjadi pria sejati.

Tapi, kau bilang bahwa kita tak boleh larut dalam kesedihan. Kita tak boleh berandai-andai dalam ketakutan. Kau bilang jalani yang sekarang, kita rencanakan yang ke depan satu demi satu, step by step, seperti menaiki anak tangga, kita akan bersama-sama mencapai puncak meski tangga yang kita gunakan mungkin berbeda.

Jagalah Yanti seperti kau selalu memupuk tali persahabatan kita yang telah berjalan menjadi semakin kuat setiap detiknya. Bahkan, jagalah dia sebagai malaikat yang akan selalu mendampingimu setiap hari, saat kau terlelap dan bangun dari tidurmu. Jadikanlah Yanti seorang wanita yang sangat kau cintai, bahagiakanlah dia.

Aku selalu berkata padamu bahwa tidak ada yang salah dengan perasaan cinta seseorang kepada sahabatnya. Tidak ada yang salah dengan ekspresi cinta sahabat yang ditunjukkan dengan sebuah pelukan yang hangat. Tidak ada yang salah pula jika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu sebagai seorang sahabat, Kris

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasa yang Hilang

Untuk Engkau yang Kehilangan Jati Diri